KEN CHIARA
Posted on Kamis, 15 Oktober 2009 @ 19.57 < 0 comments >

regret


“Dafiiii!!! Kembaliinkertastriak Chiara ditengah keributan kelas sambil mengejar Dafi yang berlari menghindari Chia.
“Dafff!!! Kembaliin dong, itu belum selesai. Bentar lagi ditumpuk niiih! ”
“Chia! Dafi! Kalian tuh kejar–kejaran terus bisa diem nggak sih!? Nanti aku kena marah Bu Retno ni... ” Tita menarik tangan Chia yang terus berusaha menggapai tubuh Dafi dari kejauhan.
”Tapi Tit, Dafi duluan yang mulai. Dafi ngambil tugas Bahasa Inggrisku gitu aja. Tanpa ijin, dan sekarang malah dibuat mainan. ”
”Dafiii, kembaliin punya Chiara! Makannya, kalau dikasih tugas itu dikerjain! ” ucap Tita berusaha mengambilkan tugas Chiara yang dibawa oleh Dafi. Tapi karena tubuh Dafi yang tinggi, Tita kesulitan megambil kertas sedangkan Dafi terus melambaikan tangannya diudara sementara Chiara mulai merajuk karena tugasnya yang tidak mungkin terselamatkan.
”Bodo! ” kata Dafi kembali berlari menjauhi Chiara dan Tita. Mau tidak mau Chia berusaha melepaskan pegangan tangan Tita dan kembali mengejar Dafi. Dari tersenyum puas melihat wajah Chia yang kebingungan sekaligus panik.
“Daf... kembaliin. Nanti kalo Bu Retno nyuruh ngumpulin gimana? Aku bantuin kamu ngerjain deh, tapi kembaliin tugasku. ” pinta Chia terus menarik–narik tangan Dafi agar cowok itu berhenti menjahilinya.
“Udahlah Chi, biar aja nanti juga diem. Mending kamu duduk aja, kan ada tugas lain. Latihan soal tiga halaman 34. ”
“Iya Ar, anak jahil seperti dia kok kamu ladeni. Makin jadi nanti sikapnya. ” Dsiya menambahkan.
Akhirnya Chiara pun menyerah, entah bagaimana ia bisa menjelaskan ke Bu Retno kalau tugasnya dijadikan bahan kejahilan Dafi. Dengan berat hati Chiara duduk dibangkunya lalu mulai mengerjakan soal – soal latihan yang menjadi tugas lain sementara Bu Retno mendapat tamu di kantor.
Menit demi menit berlalu, tapi Dafi sama sekali belum mengembalikan tugas milik Chiara. Perasaan Chia menjadi was-was setelah mengetahui bahwa si jahil itu sudah pergi dari kelas. ’Kemana perginya anak itu?’ pikir Chiara sambil celingukan. Hampir lima menit Chiara menyadari ketidak beradaan Dafi.

Ada yang mengetuk pintu. Dan sosok cowok tinggi datang sambil menenteng kertas milik Chiara yang sudah difoto copy. Chiara kaget menatap Dafi sudah berdiri di depan mejanya. Apalagi Dafi sempat mecubit pipi Chiara gemas.
”Makasih manis! ”
”Hah!? Jadi tugasku kamu foto copy? Ynag bener aja, nanti kalau nilaiku dikurangi gara-gara dikira nyontek gimana? ”
”Takut amat sih! ” kata Dafi tersenyum licik. Tangannya mulai menyusuri meja Chiara. Beralih pada buku tulis gadis itu. Mengangkatnya lalu pergi begitu saja.
Chiara menghembuskan nafasnya kesal. Cukup sudah batas kesabarannya Chia. Dengan perasaan marah, Chia bangkit dari duduknya hendak mengambil bukunya. Dai yang sadar kemarahan Chia langsung berlari lagi! Chiara berjalan lebih cepat hingga mulai berlari mengejar Dafi.
‘Hampir dekat! Ayo Chia, lebih dekat lagi!’ kata Chiara dalam hati.
Chia mencengkram ujung seragam Dafi. Namun Dai terus berlari bahkan lebih kencang.
KREEEKKKK!!!
Entah karena Chiara yang terlalu kuat mencengkram seragam Dafi. Atau karena Dafi yang berlari lebih kencang. Yang jelas ujung seragam Dafi robek dibuatnya. Selin itu, bentuk robekkannya pun tidak simetris. Benang-benang yang menyusun kain batik seragam mereka bahkan berkliwiran.
Chia membekap mulutnya kaget. Sedang Dafi berhenti diujung kelas. Tiba – tiba saja wajah Chiara mendadak pucat. Teman – teman sekelas mereka pun tertawa mengetahui seragam si jahil yang sobek. Seluruh murid sekelas mengelilingi Dafi penasaran.
”Syukurin! Itu tuh akibatnya kalau jadi anak jahil. Kena deh batunya! ” Alika menatap Dafi pua lalu berbalik menjauh.
”Kasihan deh! Jangan jahil – jahil ya jadi orang! ” Rifi menambahkan.
Chiara mendekati Dafi pelan–pelan, lingkaran kecil itu kini lebih lapang sekarang. Chia segera duduk disamping Dafi yang terus memegangi seragamnya yang robek. Wajahnya tak kalah panik dengan wajah Chiara, bercampur rasa penyesalan juga keinginan untuk memangis. Tapi Dafi berusaha menahan air matanya.
”Daf, Chia mita maaf. Chia beneran nggak sengaja. Chia nggak tahu kalau hasilnya bakal begini. Aku harus gimana? ” tanya Chiara, namun tak ada jawaban.
”Daf, Chiara minta maaf, maaf banget. Chiara ganti ya bajunya? Kebetulan Chiara punya dua potong kain bahan untuk seragam kita. Satunya buat kamu ya? ”
”Nggak perlu... ”
”Tapi Chiara udah salah, Chiara ngerobekin baju kamu. Ini slaah Chia! ” tangisan Chiara pecah. Yang lainnya malah sibuk sendiri.
“Aku juga salah sama kamu, anggap aja ini salahku. Dengan begitu kamu nggak perlu nangis karena bersalah. ” kata Dafi meninggalkan Chiara yang menangis tersedu – sedu.
Paginya...
Chiara datang dengan wajah ditekuk, Chiara membawa sebuah bungkusan berisi kain bahan untuk seragam sekolahnya. Awalnya Chiara sempat ragu, apalagi Chia juga berbohong pada mamanya. Dan Chiara hanya bercerita pada Bi Suti pembantu yang dengan setia selalu membantu masalah Chia.
”Daf, ini kainnya. Maaf Chia nggak bisa ngasih ongkos jahitnya. ”
”Nggak pa pa, yang penting kan kainnya. Kamu nggak dimarahin? ”
”Itu... ”
”Chia, maafin aku ya selalu ngejahilin kamu. Habis selama ini aku lihat kamu selalu cemberut. Seperti nggak ada semangat. Aku pikir kamu akan ceria setelah aku jahilin, nggak tahunya kejahilanku malah membuat kamu jadi kena masalah. Maaf Chi. ”
”Bukan salah kamu, lagi pula ini pelajaran buatku untuk lebih hati – hati dan nggak pecicilan. Aku sellau menuruti emosi tiap kali ada masalah. ”
”Berarti kita sama-sama salah dong. Sekarang kita baikkan ya? ” tanya Dafi sambil menunjukan jari kelingkingnya tanda baikkan menurut Dafi. Chiara mengaitkan jari kelingkingnya pada jari Dafi. Chiara tersenyum senang.
’Aku janji, nggak akan ada seorang pun yang akan ngejahilin kamu seperti aku. Aku akan jadi sahabat yang baik buat kamu, aku juga akan menjaga kamu supaya ceria lagi.’ Kata Dafi dalam hati sambil merangkul Chiara seperti sahabatnya sendiri.

Label: , ,